Tasikmalaya, Jawa Barat — Kasus dugaan pemotongan dana Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) yang terjadi di Desa Campakasari, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, akhirnya mulai menemui titik terang setelah menjadi viral di beberapa media online nasional pada Februari 2024 lalu.
Laporan dari masyarakat yang didukung oleh sejumlah media akhirnya memaksa aparat kepolisian dari Polres Tasikmalaya untuk turun tangan. Beberapa perangkat desa dipanggil untuk dimintai keterangan terkait penyalahgunaan dana desa, termasuk pemotongan BLT-DD yang dilakukan oleh Kepala Desa Campakasari beserta kroninya.
Audit Inspektorat Ungkap Aliran Dana Tidak Jelas
Pada Desember 2024, Inspektorat Kabupaten Tasikmalaya menurunkan tim audit ke Desa Campakasari dan menemukan adanya aliran dana tidak jelas sebesar Rp172 juta. Temuan tersebut memperkuat dugaan penyalahgunaan dana oleh Kepala Desa dan keluarganya.
“Dalam satu tahun anggaran saja mereka bisa meraup keuntungan pribadi sebesar itu. Bayangkan jika masa jabatannya diperpanjang tanpa pengawasan ketat,” ujar salah satu tokoh pemuda Campakasari yang tidak ingin disebutkan namanya.
Proses Konfirmasi Terkendala, Camat Diduga Menghindar
Ketika media mencoba mengkonfirmasi Camat Bojonggambir, upaya tersebut gagal karena nomor telepon jurnalis diblokir. Bahkan hingga berita ini ditayangkan, camat masih belum dapat dihubungi.
Sebaliknya, H.O, pejabat Inspektorat Kabupaten Tasikmalaya, dan Indra selaku Ketua Tim Audit, memberikan konfirmasi bahwa Kepala Desa telah mengembalikan sebagian dana ke kas desa. Namun, pengembalian tersebut dilakukan secara diam-diam dan melewati batas waktu 60 hari yang telah ditetapkan.
Masyarakat Pertanyakan Transparansi
Sayangnya, proses pengembalian dana tidak dilakukan secara transparan. Perangkat desa, termasuk Sekretaris Desa, mengaku tidak tahu-menahu soal hasil audit maupun proses pengembalian dana.
“Sampai sekarang saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak dilibatkan dalam pengisian jawaban hasil audit. Siapa yang mengisi dan kapan pun saya tidak tahu,” ungkap Sekdes Campakasari kepada awak media.
Masyarakat pun mendesak agar proses hukum tetap dilanjutkan, mengingat hingga saat ini baru sekitar 30% dana yang dikembalikan.
Sanksi Hukum Menanti Kepala Desa
Jika terbukti secara hukum, Kepala Desa dapat dijerat berbagai sanksi pidana, administratif, dan perdata sesuai peraturan yang berlaku:
Sanksi Pidana:
Penjara, sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Denda, sebagai hukuman tambahan atas kerugian negara.
Sanksi Administratif:
Pemberhentian dari jabatan Kepala Desa.
Pencabutan hak untuk menjabat kembali sebagai perangkat desa.
Pengembalian Kerugian Negara:
Wajib mengembalikan dana ke kas desa/negara.
Penyitaan aset hasil korupsi.
Dasar Hukum:
1. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
3. PP No. 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa.
Harapan dan Dukungan Masyarakat
Masyarakat Desa Campakasari menyatakan dukungan penuh terhadap Polres Tasikmalaya untuk menindak tegas Kepala Desa UT dan keluarga yang terlibat.
“Kami ini masyarakat awam, tapi kami tahu kalau yang dilakukan Kades UT itu adalah kejahatan. Kami harap beliau dijerat dengan pasal berlapis dan dihukum seberat-beratnya,” ujar salah satu warga.
Masyarakat merasa kecewa dan dirugikan secara moril dan materiil. Mereka berharap penegak hukum tidak tunduk pada kekuasaan lokal dan tetap menegakkan keadilan.
“Uang rakyat itu bukan untuk dimakan sendiri. Kami percaya pada aparat kepolisian dan yakin semua perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawaban, di dunia maupun akhirat,” tambahnya.
( Red )
@Sekjen DPP PPRI
Redaksi: red@ksi.gtn.com