Bojonggenteng, Sukabumi — 19 November 2025 — Forum Silaturahmi Organisasi Kecamatan (FSOK) resmi mengambil langkah hukum setelah tiga kali pertemuan mediasi terkait dugaan pelanggaran upah minimum dan hak normatif di PT Bintang Sukses Lestari (BSL) dan PT Aneka Dasuib Jaya (ADJ) berakhir tanpa titik temu.
Pertemuan terakhir yang digelar pada 18 November 2025 di Kopi Kandang dan difasilitasi Forkopimcam Bojonggenteng gagal menghasilkan kesepakatan. FSOK menilai kedua perusahaan tidak menunjukkan iktikad baik karena kembali mengirimkan perwakilan tanpa kewenangan pengambilan keputusan.
Hari ini, FSOK mengirimkan dua laporan resmi kepada instansi pusat dan daerah, masing-masing:
1. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi
FSOK meminta Disnakertrans melakukan pemeriksaan mendalam terkait klaim PT BSL yang menyebut diri sebagai Usaha Mikro meski memiliki sekitar 1.100 pekerja. Selain itu, FSOK mendesak diterbitkannya Panggilan Wajib kepada Direktur PT BSL dan PT ADJ untuk klarifikasi menyeluruh, termasuk kepatuhan terhadap pembayaran iuran BPJS.
2. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI
Laporan kepada Kemenaker RI ditujukan untuk meminta intervensi pusat, termasuk pemanggilan Direktur Utama PT BSL, Jimmy Kalter, S.H., serta Direktur PT ADJ, Byoungsun Bae. FSOK menilai perkara ini memiliki pola sistemik sehingga memerlukan pengawasan langsung dari kementerian.
Dugaan Pelanggaran Ketenagakerjaan
FSOK menyatakan laporan tersebut disusun berdasarkan bukti dan pengakuan yang muncul dalam proses mediasi, antara lain:
• Pelanggaran Upah Minimum
Perjanjian Kerja Sama menunjukkan upah harian terendah bagi pekerja baru adalah Rp60.000 selama tiga bulan pertama, atau setara Rp1.500.000 per bulan. Angka tersebut dinilai jelas melanggar ketentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sukabumi sebagaimana diatur dalam Pasal 90 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003.
• Pengalihan Tanggung Jawab Upah
Perwakilan PT BSL, Yadi (HRD), mengakui bahwa pihaknya hanya dapat “mendorong” pihak prinsipal untuk menyelesaikan tunggakan upah. FSOK menegaskan bahwa PT BSL tetap bertanggung jawab sebagai pemberi kerja, sementara PT ADJ sebagai prinsipal dianggap menyetujui skema pembayaran upah yang tidak sesuai ketentuan.
• Kekurangan Iuran BPJS Kesehatan
PT BSL mengakui bahwa iuran BPJS yang dibayarkan hanya sekitar Rp35.000, menyebabkan perusahaan harus menutupi kekurangan biaya layanan di Klinik Bonggas yang mencapai Rp120.000. Hal ini dinilai menunjukkan tidak terpenuhinya hak normatif pekerja.
Langkah Tegas FSOK
FSOK menegaskan pelaporan ini menjadi bentuk ultimatum terakhir bagi kedua perusahaan.
“Setelah tiga kali pertemuan gagal karena tidak hadirnya pimpinan yang berwenang, kami tidak akan membuang waktu lagi. Kami mendesak Disnakertrans dan Kemenaker RI memanggil dan memaksa Direktur PT BSL dan PT ADJ menandatangani komitmen pembayaran upah terutang serta penyesuaian UMK,” ujar Ketua FSOK.
Ia menambahkan, jika pemanggilan resmi dari negara kembali diabaikan, FSOK akan menempuh jalur pidana.
“Pelanggaran UMK adalah tindak pidana kejahatan dengan ancaman penjara empat tahun dan denda Rp400 juta. FSOK akan memastikan hukum ditegakkan,” tegasnya.
Red.
