-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Kades Nusajati Diduga Hina Wartawan, Sebut “Bajingan” di Pesan WhatsApp

Senin | 11/03/2025 02:23:00 AM WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-03T10:23:31Z
 



Cilacap — Dunia jurnalistik kembali tercoreng oleh tindakan tidak pantas dari seorang pejabat publik. Kepala Desa Nusajati, Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, berinisial SPRNO, diduga menghina profesi wartawan dengan menyebut “bajingan” melalui pesan aplikasi WhatsApp.

Tindakan itu juga disertai ancaman akan melaporkan wartawan ke pihak kepolisian serta “memberitakannya di koran”.


Ironisnya, penghinaan tersebut diduga dipicu oleh pemberitaan yang mengungkap dugaan penjualan tanah bengkok (tamsil) yang merugikan warga setempat. SPRNO menilai pemberitaan itu “ngawur dan penuh fitnah”.


Namun, keterangan dari salah satu warga yang merasa dirugikan justru menguatkan dugaan adanya penyimpangan. Korban mengaku telah mengalami kerugian hingga Rp93 juta dalam transaksi pembelian tanah bengkok milik desa. Ia menuturkan bahwa Kepala Desa mengetahui hal itu, namun memilih “cuci tangan” dan menyalahkan pihak lain berinisial TFK, yang disebut-sebut sebagai penerima uang transaksi tersebut.


Sosok Kontroversial dan Sejarah Aksi Protes Warga


Pernyataan bernada penghinaan dari SPRNO menuai kecaman dari berbagai kalangan. Karakter kepemimpinannya dianggap arogan dan tidak mencerminkan etika pejabat publik.


Diketahui, SPRNO bukan sosok baru dalam pusaran kontroversi. Ia bahkan pernah menjadi satu-satunya kepala desa di Kecamatan Sampang yang sempat didemonstrasi warganya, lantaran dugaan penyalahgunaan dana desa yang merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.


Tak berhenti di situ, isu lain yang beredar di masyarakat menyebut SPRNO juga diduga terlibat perselingkuhan dengan istri tetangga, yang berujung pada retaknya rumah tangga warga tersebut.


Dikecam karena Abaikan Tradisi dan Nilai Budaya


Selain persoalan hukum dan moral, SPRNO juga dinilai mengabaikan tradisi serta kebudayaan lokal.

Sejumlah warga menyebut, sejak menjabat lima tahun lalu, ia hanya sekali mengadakan kegiatan “nanggap wayang”, padahal sebelumnya acara itu menjadi tradisi tahunan sebagai bentuk syukur dan pelestarian budaya Jawa.


“Sejak jadi kades, dia makin sombong dan menjaga jarak bahkan dengan teman lamanya,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.

Warga menilai sikap SPRNO semakin jauh dari semangat gotong royong dan pelestarian budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Nusajati.


Publik Pertanyakan Etika dan Pemahaman Hukum


Kecaman publik terhadap pernyataan “wartawan bajingan” kian meluas. Warga dan kalangan pers menilai ucapan itu bukan sekadar emosional, tetapi juga menunjukkan minimnya pemahaman seorang pejabat desa terhadap fungsi serta perlindungan hukum bagi jurnalis.


Dalam sistem demokrasi, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:


Pasal 8: “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”


Pasal 18 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”


Selain itu, ujaran penghinaan yang dilakukan melalui media elektronik, seperti pesan WhatsApp, juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp750 juta.”


Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penghinaan terhadap seseorang, termasuk profesi, dapat dijerat dengan Pasal 310 dan 315 KUHP tentang pencemaran nama baik dan penghinaan ringan.


“Pejabat publik seharusnya menjadi mitra pers, bukan musuhnya,” kata salah satu tokoh masyarakat.

Ia menambahkan, jabatan kepala desa memiliki batas waktu, dan ketika masa tugas berakhir, “semua akan kembali menjadi rakyat biasa”.


Warga Minta Klarifikasi dan Sikap Rendah Hati


Masyarakat berharap SPRNO segera mengklarifikasi dan meminta maaf secara terbuka atas ucapannya yang merendahkan profesi wartawan.

“Bermitralah dengan seluruh elemen masyarakat, jangan sombong dan merasa paling benar. Semua keputusan harus diambil dengan hati, bukan ego,” ujar warga lainnya.


Publik kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang maupun lembaga terkait untuk menindaklanjuti dugaan penghinaan dan penyimpangan yang menyeret nama Kepala Desa Nusajati tersebut.


(Red)



×
Berita Terbaru Update