Ahli hukum Chudry Sitompul menyatakan bahwa dalam sidang praperadilan Pegi Setiawan pada Selasa (2/7/2024), kuasa hukum Polda Jabar mengajukan alat bukti surat, bukan saksi.
Menurut Pasal 18 KUHAP, terdapat lima jenis alat bukti: saksi, surat, ahli, petunjuk, dan keterangan.
"Apa yang disampaikan kuasa hukum dari Polda Jabar bukanlah bukti saksi melainkan alat bukti surat. Jadi menurut Pasal 18 KUHP, ada lima bukti yaitu saksi, surat, ahli, petunjuk, dan keterangan," kata Chudry Sitompul di kanal YouTube KompasTV Pontianak, Selasa (2/7/2024).
Oleh karena itu, ia menyebut bahwa putusan ini adalah surat bukti Post-factum karena terjadi setelah adanya peristiwa.
Ia juga menyarankan bahwa bukti surat seharusnya ada sebelum, saat, atau beberapa saat setelah peristiwa.
Menurut Chudry, nilai pembuktian yang diajukan oleh kuasa hukum Polda Jabar sangat lemah.
Ia juga mengomentari bahwa Pegi Setiawan sebagai DPO tidak dijelaskan dengan rinci, termasuk usia dan alamatnya.
Chudry menyatakan bahwa DPO dalam putusan itu dipermasalahkan oleh penasihat hukum karena menurut peraturan Kapolri, DPO harus didahului dengan dua kali surat panggilan yang patut.
"DPO dalam putusan itu dipermasalahkan oleh penasihat hukum. Menurut peraturan Kapolri, DPO harus didahului dengan dua kali surat panggilan yang patut," ungkapnya.
"Setelah dua kali surat panggilan, jika tidak ditemukan, baru dijemput paksa dan dimasukkan dalam daftar DPO. Ini yang menjadi masalah bagi kuasa hukum Pegi Setiawan," tambah Chudry.
Dalam perkara ini, saksi-saksi dari kuasa hukum Polda Jabar tidak jelas siapa.
Sehingga, keterangan dari kuasa hukum Polda Jabar masih bisa dipermasalahkan karena tidak pernah dikonfrontir oleh Pegi Setiawan.
( Red )