Notification

×

Iklan

Iklan

Pejabat Pilih Media Sosial daripada Media Massa, Apakah Demokrasi Kita Aman?

Kamis | 7/10/2025 04:30:00 AM WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-10T11:31:20Z

Oleh Redaksi Lingkar - Media


 Di era digital saat ini, semakin banyak pejabat publik yang lebih memilih menyampaikan informasi, program kerja, atau tanggapan melalui media sosial pribadi ketimbang melalui media massa konvensional. Fenomena ini terjadi di berbagai tingkatan, dari kepala desa hingga menteri. Lalu, apakah tren ini baik untuk demokrasi dan keterbukaan informasi publik?


Media sosial memang menawarkan kecepatan dan kontrol narasi yang tinggi. Dalam satu unggahan, seorang pejabat bisa menjangkau ribuan hingga jutaan pengikut. Mereka bisa mengatur sendiri sudut pandang, waktu tayang, hingga isi pesan tanpa harus melewati proses editorial sebagaimana di media massa.


Namun di balik kemudahan tersebut, terdapat konsekuensi serius. Hilangnya fungsi kontrol dan verifikasi dari jurnalisme profesional bisa menjadi ancaman bagi akurasi dan integritas informasi publik. Informasi yang disampaikan sepihak melalui media sosial berpotensi menutup ruang klarifikasi, konfirmasi, dan kritik yang seharusnya menjadi bagian dari proses demokratis.


Dalam sistem demokrasi, media massa berperan penting bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas kekuasaan. Pertanyaan kritis dari wartawan adalah mekanisme penting untuk menjaga transparansi dan mencegah penyalahgunaan wewenang.


Penggunaan media sosial secara eksklusif oleh pejabat publik juga meningkatkan risiko disinformasi. Tanpa adanya editor, verifikator, dan kode etik jurnalistik, konten media sosial bisa bersifat bias, tidak utuh, atau bahkan menyesatkan. Narasi pencitraan bisa dibentuk sepihak tanpa akurasi data yang dapat diuji publik.


Meski demikian, perkembangan teknologi tidak bisa diabaikan. Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi publik. Namun, bukan berarti pejabat boleh meninggalkan media massa begitu saja.


Keseimbangan adalah kunci. Pejabat publik yang bijak adalah mereka yang hadir dan terbuka di semua kanal komunikasi—baik media sosial maupun media massa. Keduanya memiliki peran strategis dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, dan keduanya harus saling melengkapi, bukan saling menggantikan.


Karena pada akhirnya, demokrasi yang sehat membutuhkan ruang dialog dan keterbukaan, bukan sekadar etalase pencitraan.





×
Berita Terbaru Update